21 February, 2011

Kanker Lidah

Baru denger, ada kanker yang hinggap di organ pengecap alias lidah. Gw dengar kabar tentang penyakit itu sore ini dari temen, yang bilang kalo ada temen gw yang terkena kanker lidah dan keadaannya udah parah banget. Kanker lidah? Kanker seperti apa itu, apa penyebabnya? Dan dari googling ke berbagai situs, berikut informasi yang gw dapat:

Kanker lidah adalah suatu neoplasma malignat yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma (cell epitel gepeng berlapis) dan terjadi akibat ransangan menahun, juga beberapa penyakit-penyakit tertentu (premalignant) seperti syphilis dan plumer vision syndrome, leukoplasia, reytoplasia. Kanker ganas ini dapat menginfiltrasi ke daerah sekitarnya, di samping itu dapat melakukan metastase secara limfogen dan hematogen.

Penyebab terjadinya kanker lidah adalah merokok, terutama yg lebih dari 2 pack perhari, pemakaian gigi palsu yang tidak sesuai, kebersihan mulut yang buruk, radang kronis dan faktor genetik. Squamous cell carcinoma pada lidah dapat juga disebabkan syphilis atau trauma khronis misalnya tambalan atau gigi yang tajam yg menimbulkan trauma pada lidah. Dilihat dari jenis kelamin kaum pria mempunyai risiko besar terkena kanker lidah, usianya 20-75 tahun. Pria lebih banyak menderita kanker lidah dari pada wanita dimana perbandingannya adalah 2:1, namun kondisi ini tampaknya sudah bergeser karena wanita juga sudah banyak yang merokok.

Gejala kanker lidah, biasanya terdapat luka (ulkus) seperti sariawan yang tidak sembuh dengan pengobatan yang adekuat, mudah berdarah, nyeri lokal, nyeri yang menjalar ke telinga, nyeri menelan, sulit menelan, pergerakan lidah menjadi semakin terbatas. Pada stadium lanjut terjadi kesulitan untuk membuka mulut (trismus) dan adanya pembesaran kelenjar leher.

Kanker lidah ini bisa dicegah tentu saja dengan mengindari penyebab yang bisa memicu timbulnya penyakit ini. Kanker lidah stadium dini bisa diobati dengan radiographi sedangkan pengobatan kanker lidah stadium lanjut adalah dengan mengangkat bagian yang terinfeksi kanker dan melakukan kemo untuk terapinya.

Kita emang ga banyak mendengar tentang penyakit kanker lidah ini, tapi efek yang ditimbulkannya parah juga bagi tubuh kita, bisa mempengaruhi organ tubuh yang lain, apalagi lidah adalah organ penting yang mempengaruhi pola makan kita. Kebanyakan pasien kanker lidah mengalami penurunan berat badan drastis (dan begitu juga temen gw ini) karena ga bisa mengunyah dan menelan makanan, jadinya cuma bisa infus. Jadi jangan sepelein penyakit apapun yang datang ke tubuh kita *self warning, karena gw suka banget nyepelein sariawan, plus gigi berlobang gw belom juga dicabut T.T*

Semoga temen gw cepat sembuh. Ga tega ngeliat badan dia yang kurus karena ga bisa nelan makanan dan lagi, harus berjuang melawan penyakit di lidahnya. Eja, jangan menyerah ya, semangat! :(

20 February, 2011

Item #7

Gw kangen bikin wish list!! Huhuhuhu udah berabad2 sejak item wish list terakhir gw. Thanks to si kakikuda alias si Andie yang menginspirasi gw buat nyari2 wishlist lagi (hahahaha, jangan geer, Ndie!). Berawal dari cerita2 kemupengan kita akan gadgets, hand held and Android yang menjamur kayak cangcimen, maka dengan ini gw persembahkan item ke 7 dalam wishlist gw, item pertama gw tahun ini, dan dengan harapan yang teramat sangat dari lubuk hati paling dalam, gw pengen item ini segera jadi kenyataan. *lempar koin cepek ke dalam kolam* *edisi pelit*

Januari kemaren akhirnya gw bener2 meniatkan diri buat beli handphone baru. Hingga detik ini gw masi setia dengan Soner Z610i gw yang udah lansia, butek dan bau. Gw tetap cinta dia dalam keadaan apapun, catat itu, APAPUN! Sampe gw harus berpikir lama untuk mencari pengganti yang pantas untuk hape ini. Sebenernya si Z610i udah sering ngeror juga sih, sering restart sendiri kalo lagi PMS, suka gagal reading SIM card, kiped udah nauzubillah suka copot, ya maklumi aja melihat masa pakai dia yang udah 3,5 tahun tanpa melewatkan fitur apapun yang dia punya (baca: texting, calling, browsing, jepret-ing).

Merk pertama yang gw incar adalah RIM, lalu mulai lah mencari2 review produk2 RIM. Merasa belum sreg, akhirnya gw cari merk pembanding, yang mengarahkan gw ke Samsung. Sebenernya sih emang ga bisa dibandingin, karena OSnya aja udah beda; yang satu Blackberry, yang satu lagi Android. Gw ga nemu point2 yang bisa dibandingin selain harga dan kamera. Iya itu doang. Failed.

Sodara2 dan temen2 gw pada menghasut gw untuk menyerah dan membeli BB aja. Tiap liat2 ke konter hape, disodorinnya BB mulu. Ngiler sih pasti. Tinggal pergi ke Blackberry Corner, kasi duit segepok dan gw dapat BB yang gw mau. Tapi bukan itu masalahnya, gw engga merasa perlu BB. Kalo kebanyakan produk RIM mengutamakan produk2 mereka yang Internet-based (kayak browsing, push-email, social networking), gw pun bisa kok ngelakuin Internet-based thing dari hape butek gw. Dan kalo mau, dari laptop gw juga bisa. BBM? Hanya akan bikin gw addict! The world had proven it! Dan gw ga pengen jadi addict (lagi) hanya karena sesuatu yang berbau chatting. Akhirnya gw putusin gw engga cocok ama BB. Sori, RIM, good bye! *sob*

Tak lama berselang, ketika gw dan beberapa temen2 ngeliat2 gadget and electronic expo di Sency, kita terpesona ama produk2 kerennya Soner. Gila, udah berapa lama yah gw ga ngecek newest productnya Soner? Gw berasa hidup di jaman perunggu. Dan disana kita mupeng abis! Megang replika hape ini, trus hape itu, baca2 spek, amazed ngeliat harga dan seterusnya ampe diliatin yang jaga booth.

Dan dari sana lah, gw kembali eview handphone, dan fokus ke satu merk aja. Apalagi setelah teman gw itu dengan sukses mamerin Vivaznya sepulang dinas dari luar Jakarta. Kampret!

Jadi, inilah item wishlist gw :

Sony Ericsson Play

Specification:
  • OS Android Gingerbread v2.3
  • CPU 1GHz Scorpion processor, Adreno 205 GPU, Qualcomm MSM8255 Snapdragon
  • Display 480 x 854 pixels, 4.0 inches, 16M colors, touch sensitive gaming controls
  • Memory 400 MB, 380 MB RAM user-available
  • Camera 5MP, 2592Ñ…1944 pixels, auto focus, LED flash
  • Weight 175 g
And yes, it's PSP Phone!!

Review tentang Play bisa dibaca disini, dan disini. Buka website resmi Sony Ericsson aja langsung disuguhin SE Play Tour. Keren banget lah. Baca-baca artikel, dengernya sih direlease Maret ini. Semoga udah masuk Indonesia bulan segitu, dan semoga harganya ga mahal2 amat..(AMINN!!) Kenapa gw pengen punya hape ini, karena gw pengen punya handphone yang juga difungsikan untuk ngegame dan vendornya menyediakan tombol2 khusus untuk itu. Fungsi internet juga penting sih, tapi entah kenapa fitur itu udah jadi nomer sekian bagi gw. Halah.

Sony Ericsson Xperia Pro

Specification:
  • OS Android Gingerbread v2.3
  • CPU 1GHz Scorpion processor, Adreno 205 GPU, Qualcomm MSM8255 Snapdragon
  • Display 480 x 854 pixels, 3.7 inches, 16M colors, stretch resistant surface
  • Memory internal 320 MB, external up to 32GB
  • Camera 8 MP, 3264x2448 pixels, auto focus, LED flash
  • Weight 140 g
Info2 lainnya bisa dibaca disini. Kenapa gw suka Xperia Pro, karena gw mupeng ngeliat querty keyboardnya dan desain tombolnya yang smooth. Jadi gw bisa pake keyboard fisik untuk ngetik dan ga melulu mengandalkan kiped via touchscreen. Dan lagi-lagi akan direlease tahun ini, tanpa ada kepastian tanggal atau bulan yang jelas.

Disamping itu gw juga tertarik sama Sony Ericsson Arc. Desain dan speknya yang fantastis. Tapi harganya yang bikin gw bisa histeris. Estimasi harga saat release adalah £459.99 atau setara dengan 7 juta. Wohooo.. Silahkan googling dan bing-ing kalo ga percaya. Jadi impian untuk memiliki Arc terpaksa gw kubur dulu dalam-dalam :(

Dari dua handphone diatas, gw lebih prefer ke SE Play. Dan semoga dompet gw juga menyanggupi untuk harganya kalo udah release nanti. Kalo engga, tunggu tiga bulan pasca first release deh, sapa tau harganya udah turun 500ribuan, wkwkwkwk. Kalo engga juga, gw cuman bisa berdoa semoga ada seorang dermawan rupawan, tampan nan baik hati yang mau memberikan handphone ini cuma-cuma alias gratis pada gw. What a wish!!

19 February, 2011

Two Years Later

18 Februari 2009
17.20 WIB
Baru saja menyelesaikan pekerjaan part time di warnet dekat kosan, menghitung pemasukan dari pagi hingga sore dan akhirnya aku duduk termenung menunggu si bos datang buat menggantikan aku shift malam. Tiba2 jari ini tergerak untuk mendial nomer Mama, menanyakan keadaanmu. Sebaris kalimat saja dari Mama, cukup untuk membuatku segera berkemas dan pulang ke Bukittinggi saat itu juga.

20.45 WIB
Sampai di Bukittinggi, disambut dengan dingin yang menyengat hingga ke tulang, dan hati. Aku segera bergegas mencari angkot yang bisa mengantarkanku menuju Rumah Sakit tempatmu dirawat. Agak bingung mencari ruanganmu pada awalnya, hingga menahan nafas ketika akhirnya bertatap muka denganmu. Ga bisa bilang apa-apa, karena mulutku kaku. Mataku silih berganti menatapmu, lalu menatap alat dengan layar bergambar grafik yang turun naik, lalu kembali menatapmu. Ingin berucap sesuatu tapi tidak ada yang keluar dari mulut ini. Failed!

21.05 WIB
Aku terduduk di ruang khusus keluarga/penunggu pasien bersama mama, om, tante dan abangku yang baru saja tiba dari Jakarta. Meski mereka saling bercerita dan memaksakan diri untuk tidak bersedih, tapi aku yakin dalam hati mereka berdoa untukmu. Sudah lebih dari tiga minggu engkau dirawat, dan mereka selalu berdoa yang terbaik untuk kondisimu. Mempersiapkan diri untuk yang terburuk. Aku juga, selalu berdoa untukmu, selalu.
Kemudian mama menyuruhku pulang, "kayaknya pintu jendela kamar belom Mama tutup, deh. Kamu tidur di rumah aja ya, pulang sama om, sekalian cek keadaan rumah." Sejenak dalam kantuk dan didukung dengan dinginnya cuaca memang sangat ingin membuatku tidur dan berselimut tebal di atas kasur di dalam kamar yang hangat. Betapa kantuk dapat mengacaukan sistem indera. Dan tak berapa lama, akupun tiba di rumah, sendiri, karena sodara2ku yang lain memutuskan untuk menginap di Rumah Sakit. Selesai mengecek keadaan rumah kiri-kanan atas-bawah, akupun terlena dibuai mimpi hanya tak lama setelah menyentuh bantal.

19 Februari 2009
03.20 WIB
Tersentak. Seketika kembali ke dunia nyata dan mencari sumber suara yang membangunkanku. Ada panggilan menuju hpku, dan tak sempat ku angkat. Tak lama kemudian, telepon rumah berdering keras. Pikiranku tak karuan dan aku bisa merasakan detak jantungku sendiri. Abangku yang bicara di ujung sana. Dan lagi, cukup satu kalimat saja darinya cukup membuat jantung yang berdetak kencang ini seperti berhenti, badanku mati rasa dan pandanganku mengabur ketika mendengar kata-kata itu. "Papa udah ga ada lagi, Put, beberapa menit yang lalu. Gw bentar lagi pulang buat beres2 di rumah. Sebelum Subuh jenazah Papa akan dianterin pulang.

DEG!!

19 Februari 2011
Pagi ini sama seperti biasanya, Pa. Sepi. Mama masih di mesjid sejak Subuh tadi. Dan ya, aku masih punya masalah dengan bangun sangat pagi di kala Subuh menjelang. Keramaian hanya mewarnai rumah ini jika anak2mu, kakak2ku pulang dengan keluarga mereka masing-masing, dan itupun sudah dapat dipastikan jadwalnya ketika Ied Fitri datang.
Aku, tengah duduk di sofa ruang tengah sembari mengetik ini, dan menatap ke arah ruang beranda tempat jenazahmu dua tahun lalu dibaringkan. Pagi ini dua tahun yang lalu aku duduk di dekatmu, tak bisa berpikir apa dan hanya bisa melantunkan ayat YaSin dengan suara lirih hingga jasadmu dimandikan.

Ba'da Zuhur, dua tahun yang lalu.
Jemaah mesjid, Mama, para sodara dan keluarga, beserta aku telah selesai menyalatkanmu. Saatnya menuju tempat peristirahatan terakhir, Pa. Perih. Hanya itu yang bisa aku rasa di dalam sini. Saat engkau dibaringkan di liang lahat, ditutup dengan tanah, ditaburi bunga, dan didoakan, aku hanya bisa berdiri dalam diam. Tujuh langkah sepeninggal kami, Malaikat Munkar - Nankir pasti sudah datang menanyaimu, Pa. Semoga engkau bisa menjawab semua pertanyaan mereka. Terkadang saat itu ingin sekali diri ini memiliki kemampuan mendengar suara-suara gaib, ingin mendengar apa saja yang mereka tanyakan padamu, ingin mendengar jawaban-jawabanmu. Hufh, hanya satu dari sekian keinginan-keinginan konyol yang muncul ketika hatiku sedang kacau.

Dan di hari ini dua tahun yang lalu, rumah ini sangat ramai, Pa. Banyak yang datang, menyalami mama lalu aku, lalu sembari tersenyum tipis mengelus2 pundakku dengan harapan bisa membuatku lebih kuat, lalu duduk bergabung dengan pengunjung yang lain. Yah, rumah ini memang ramai, Pa. Tapi ramai karena berduka atas kepergianmu. Ramai karena membicarakanmu, di akhir waktu terakhirmu bersama kami. Ramai karena mendoakanmu agar tenang di sana.

Kala itu aku heran pada diriku sendiri, Pa, mungkin para pelayat juga merasa hal yang sama. Semenjak mendengar kepergianmu, aku sama sekali belum menangis. Tidak ada air mata yang menetes. Terpikir kala beberapa teman-temanku yang menangis hingga menjerit histeris ketika orang yang mereka cintai pergi untuk selamanya, bagaimana mungkin hal yg berkebalikan terjadi padaku, Pa?

I didn't know, Pa. All I knew, was, at the first time we got you into hospital, somehow I just already got a feeling that cam at instant, said that this story would give a sad ending. That feeling told me to learn to let you go, slowly. Kali pertama aku melihatmu terbaring koma di rumah sakit, aku sudah mengikhlaskan apapun yang akan Allah lakukan padamu, Pa.
You've suffered pretty much. Di kala menatapmu dalam usahamu melawan penyakit itu lah, air mataku tumpah tak terkendali. Betapa aku sangat ingin menggantikan posisimu, sangat ingin engkau sembuh dan kembali ke keadaan sedia kala, sangat ingin menjumpaimu lagi di depan pintu kamarku setiap Subuh datang, sangat ingin bertengkar denganmu sembari rebutan remote televisi, betapa aku sangat ingin momen-momen itu terus berulang, di setiap helai nafasku, di setiap langkah kakiku dan setiap detik aku mengingatmu, aku ingin engkau ada di depanku, Pa.

Hari ini tepat dua tahun kepergianmu meninggalkan kami, orang-orang yang menyayangi dan mengagumimu, Pa. You know, tak ada perubahan yang berarti di rumah ini. Kecuali, Mama yang akhirnya tidur sendiri. Semua barang-barang kepunyaanmu, masih utuh sebagaimana adanya di tempatnya ketika engkau masih ada. I don't know what's on mom's mind, but surely it's one of many good ways to remind you.

I Love You and I Miss You, Pa.
To the deepest spot in my heart, I do.
Until today and tomorrow after, I still do.