16 April, 2009

Life Observer

Kemaren sempet chat bentar sama uda Zeki, seorang blogger yang ternyata juga senior saya seFakultas. Baru kenal 2 bulan sih kalo ga salah, tapi saya udah merasa sedikit lebih dekat aja sama beliau dibandingkan dengan kenal orang lain dalam jangka waktu segitu (kalo uda Zeky nya ga mikir demikian, ya gpp kok, hehe) Kita belom pernah ketemu, so the conversations about how we knew each other only happened via YM and facebook. But, the conclusion of our yesterday chat was,,, nothing. hehehehe.. Ya adalah, i knew that he claimed himself as life observer, observing everything he sees around him (he admitted it through his blog) and yesterday he observed me, too. I, once, used to claim myself as life observer too, until i got confused and blinked out about what and who is exactly a life observer.

Udah tanya ke om gugel, tapi engga nemu definisi yang bisa mewakili kata² life observer ini. kalo diIndonesiakan artinya lebih ke mengamati kehidupan. Secara gamblang, dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati apa yang ada di sekitar kita, yang kita liat, kita sentuh, kita alami, ataupun yang kita lewatkan dan pada akhirnya kita tau kalo hal itu terjadi di belakang kita.

Alasan saya berhenti mengklaim diri saya adalah karena saya ga merasa pantas sebagai life observer. Padahal saya sangat menyukainya, tapi entah kenapa saya merasa gagal. Saya mencoba menjalani kehidupan yang dianugerahkan oleh Tuhan ini apa adanya, sesederhana mungkin, ga perlu ribet², tapi akhirnya saya malah menyadari saya begitu egois dalam menjalani hidup (hmmph, begitulah yang saya rasakan,,)

Kesadaran ini muncul ketika saya mulai mencium bangku kuliah (bangku kuliah saya ada bibirnya lho) tahun 2003. Masa itu adalah kali pertama saya memberanikan diri menapaki kota Padang yang puanaass tanpa ada mama dan papa di sisi, maksudnya saya harus ngekos, hidup mandiri. Mandiri dalam segala hal, adalah harapan orang tua dan keluarga saya. Tapi kayaknya harapan itu ga kesampean deh, duit jajan aja sekarang masi suka minta *hadooh, kapan dapet kerjaa nniii :c

Kuliah 5 hari seminggu plus agenda praktikum tidak memberikan saya izin dan space buat berleha² barang sejenak. Tapi 20 jam sibuk sehari, 4 jam rekonstruksi energi sehari, 7 hari seminggu, sempat kena tipus dan demam berkali² ternyata memberikan pengaruh positip; interaksi saya dengan teman² seangkatan lebih frekuentif, karena ga hanya berlangsung di kelas aja. Itulah salah satu kelebihan kuliah di Teknik (di kampus saya, based on my opinion and experience) a meaning of a friend is more than just a friend (maap inglishku rada kampungan) Jadi tau watak asli temen² kalo lagi di kampus, di lab, di luaran, lagi dikejar deadline, lagi pusing, lagi suntuk, lagi stress, lagi seneng, lagi pal in lup, lagi patah ati, hihihi, gado² deh..

Waktu itu istilah² keren semacam life observer ini belom muncul. Tapi situasi dan kondisi udah membantu saya untuk menjadi pengamat sekitar, hingga beberapa orang malah menjudge saya sebagai sosok yang tidak pedulian alias cuek abiss. Saya yang berniat menjalani hidup secara sederhana malah dicap seseorang yang egois dalam berteman dan tidak peduli dengan sekitar. Beberapa teman dekat saya bilang, sifat ini justru memberikan pengaruh positif bagi si pemiliknya. Namun ada juga yang udah telanjur mencap jelek. Menurutnya, cuek = egois = bukanlah teman yang baik, fiuhh :f

Huffh... sudahlah.. in the end, those didn't matter anymore.. Waktu yang mendewasakanku, dan saya yakin karakter apapun yang diberikan Tuhan, itu adalah yang terbaik bagi saya. Saya punya otak dan hati untuk menjalani semua yang telah digariskanNya. Semua orang bisa kok, menjadi life observer, karena itu profesi sejuta umat. Setiap hari, sadar atau tidak, kita pasti mengamati apa yang terjadi di sekitar kita, menelaah apa yang kita amati. Tapi hanya sedikit orang yang tau dengan profesi ini dan hanya segelintir dari yang sedikit ini yang mendedikasikan hidup mereka untuk mengobservasi kehidupan, menuliskan profesi sebagai life observer di KTP mereka. Maybe one day, I'll be one of them :x

Your parents can only guide you to the right direction. In the end you should learn from yourself, you should grow up by yourself.

Poetz Over and Out


3 comments:

sitoradostdaram said...

poetz, aku pengen mengobservasi hati orang - orang, belum ada kan.. hahahhaha

suwung said...

duh ngak bisa bahas ingris nih
maklum gaptek

zeki said...

semalaman jalan2 kemarin.. apa yang bisa kamu simpulkan dari seorang zeki??? =)